Ekspreis Kambing Ganteng |
Sejak duduk di bangku kuliah, Zaenab yang
mantan aktivis rohis di SMA, rupanya terpengaruh dengan pergaulan negatif para
mahasiswa. Pergaulan dengan teman-teman kampus yang serba gaul dan glamour
membuatnya harus ber’adaptasi’ mengikuti gaya mereka. Dari mulai model
berpakaian, gaya bicara hingga tingkah lakunya sudah mulai ke korea-koreaan
atau kebarat-baratan.
Zaenab bukanlah satu-satunya remaja muslimah
yang mulai kehilangan identitas keislamannya dan beralih latah mengikuti gaya
hidup barat ataupun korea. Di sana masih banyak lagi zaenab-zaenab yang lain.
Mereka adalah para korban perang budaya yang dilancarkan oleh Barat ke dalam
tubuh umat Islam melalui senjata media. Tujuannya jelas merusak akhlak generasi
muslim dan menjauhkan mereka dari agama Islam.
Apa yang menimpa zaenab dan kawan-kawan
sejenisnya sebenarnya tak perlu terjadi jika para pemuda muslim memiliki dasar
afiliasi keIslaman yang kuat dan kekuatan imannya tersebut menemukan tempatnya
dalam komunitas yang mendukung. Dalam hal ini, seorang muslim harus mulai
mempertanyakan kembali mengapa dia memeluk Islam dan bagaimana seharusnya dia
mengaktualisasikan keislamannya.
Seorang muslim/ah harus mengetahui dengan baik
basis identitasnya dan elemen-elemen yang membentuk kepribadian individulanya sebagai
muslim. Sehingga jika memiliki kekuatan dan jari diri, dengan sendirinya akan
menghadirkan imunitas yang kuat ketika bergaul dan berinteraksi dengan
budaya-budaya lain. Dengan kekuatan imunitas inilah seorang muslim/ah dapat
memilah mana yang harus diambil untuk kemudian diberikan pada umat dan mana
yang harus dibuang untuk menjaga identitas umat.
Imunitas itu tentu hanya mungkin tumbuh dan
terjaga ketika seorang muslim/ah memahami dengan betul ajaran Islam sebagai
basis identitas. Untuk itu, Ia harus terus terlibat aktif dalam aktifitas
Islami dan berada dalam lingkungan Islami. Aktif mengikuti kajian-kajian Islami
dan bergaul dengan sesama aktifis muslim. Dalam tahap inilah dia berusaha
membentuk kembali dasar afilisinya dalam Islam.
Namun seorang muslim/ah tidak
hanya dituntut untuk menjadi shalih secara pribadi. Ia harus bergerak lebih
maju menuju tahap shalih secara sosial dengan mengaktualisasikan ajaran-ajaran
Islam dalam kehidupan sehari-hari. Setiap kata yang keluar dari lisan harus menjadi wujud
keIslamannya. Begitu juga dengan sikap, tingkah laku dan cara berpakaiannya
harus merupakan ekspresi kecintaannya
akan Islam.
Pada dasarnya ketika seorang menjadi muslim/ah, maka
semua perangkat yang melekat dalam tubuhnya adalah alat untuk mendakwahkan
Islam. Lisannya, perilakunya dan pakaiannya adalah daya tarik dakwah Islam.
Untuk itu setiap muslim harus berpikir dalam kerangka da’i.
Siapapun yang berbicara dengannya, mendengarkannya dan
melihatnya akan mendapatkan pancaran keIslaman. Yang lemah imannya akan kuat
ketika bertemu dengannya. Yang kuat imannya akan semakin kuat bersamanya.
Bahkan yang belum tersentuh hidayah Islam akan memeluk Islam saat bergaul
dengannya.
Untuk itu alangkah indahnya ketika sebuah lingkungan
dakwah tumbuh dalam komunitas kita. Dengan membangun kembali afiliasi kita
dalam beragama akan menguatkan ‘aqidah kita sehingga kita tidak malu
mengeksrepsikan Islam atau latah menggandrungi budaya non Islam. Dan dengan
menciptakan ekspresi keIslaman diantara kita semakin menguatkan terbentuknya
keshalihan pribadi dan keshalihan kolektif. Mari kita mulai berIslam dengan
benar lalu mengekspresikannya.
(Taufiqur Rahman)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Menulis Komentar/Saran/Masukan
Jazakallah Khair....