Oleh :Taufiqurrahman Al Harits
Sudah
sepekan ini Budi bolos kuliah. Bukan karena dia tengah disibukkan aktivitas non
kampus. Sebab sepekan itu pula dia pun tak terlihat di masjid sholat berjama’ah
dan mengikuti kajian Islam. Saat ditemui kawan-kawan sekampus, Budi bercerita
bahwa dirinya malas keluar kos. Akhir-akhir ini dia hanya tidur-tiduran serta
bermain internet dan game di Laptop. Budi mengaku bahwa ia sedang bosan dengan tugas-tugas
kuliah yang menumpuk.
Sama halnya
dengan Budi, Rima seorang mahasiswi penyuka sinetron dan film korea juga mengalami
hal serupa. Dia merasa sedih hanya karena beberapa saat lalu pacarnya tidak
membalas smsnya. Dia hanya diam menyendiri di kamar dan menangis berhari-hari. Lalu
dia tumpahkan semua perasaannya di jejaring sosial.
Kegalauan
jiwa yang menimpa ke dua kawan kita di atas mungkin sering pula kita jumpai di
lingkungan kita. Atau bahkan kita sendiri yang pernah mengalaminya.
Kata galau
akhir-akhir ini memang popular kita dengar sebagai istilah gaul dalam kehidupan
remaja.Tidak hanya sebagai sebuah istilah gaul yang kerap mereka sebutkan,
rupanya tanpa sadar mereka pun menganggap kondisi kegalauan jiwa ini sebagai
bagian dari hidup gaul. Dalam istilah mereka, ‘Engga Galau engga Gaul.’
Akibatnya,
mereka akan merasa senang dan dianggap sebagai remaja gaul jika mereka ikut
merasakan galau dalam jiwanya. Musibah sekecil apapun akan sangat sensitive
menyentuh perasaan mereka yang kemudian membuat mereka bersedih dan menangis.
Atau seperti yang dialami Budi, yang kemudian malas kuliah dan lebih memilih
tidur-tiduran. Dan ketika kegalauan itu diketahui oleh orang lain, mereka
merasa bangga dan senang karena dipandang sebagai remaja gaul. Seperti telah
terjadi upaya kanalisasi eksistensi dalam jiwanya. Tak heran jika kemudian,
mereka dengan mudahnya mengekpresikan ke’galau’annya melalui facebook ataupun
twitter untuk mendapat respon dari kawan-kawannya.
Jika
dianalisis secara psiko-sosial, para remaja yang seringkali update status
bernada galau, pada dasarnya disebabkan oleh obsesi untuk menjadi pusat
perhatian teman-teman sebayanya. Karena yang tengah menjadi trend adalah
fenomena tersebut, maka mereka menganggap jika keluar dari trend maka mereka
akan terasing dari komunitasnya. Keinginan untuk dianggap “ada” bahkan lebih
baik dan paling “hebat” mendorong mereka untuk berperilaku ganda. Berbeda
kepribadian antara dunia nyata dan dunia maya. Yang tadi biasanya pendiam dapat
menjadi sangat enerjik untuk mengekspresikan dirinya. Keadaan ini juga memaksa
mereka untuk dapat menampilkan “kepalsuan” yang diciptakan hanya untuk terlihat
lebih dan beda.
Fenomena
demikian tentu tidak sepantasnya terjadi dalam kehidupan pemuda muslim. Seorang
muslim harus pandai memahami setiap masalah lalu menyikapinya dengan bijak.
Bukan dengan melebih-lebihkan masalah sepele. Karena itu adalah bukti bahwa dia
tidak sanggup menerima ujian yang menimpanya.
Dalam
menyikap setiap problema, seorang pemuda muslim tidak sewajarnya mengeluh dan
mengeluh. Padahal mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah. Justru menambah
beban masalah dalam dirinya. Terlebih ketika keluhan itu disampaikan ke arah
yang salah.
Seorang
pemuda muslim, dalam menyikapi masalah senantiasa bijak dan berbaik sangka. Ia
tidak pernah mengeluhkan masalah secara berlebihan, apalagi jika hanya untuk
pamer masalah. Ia memahami bahwa ujian yang menimpanya tidak akan melebihi
batas kemampuan dirinya untuk mengatasinya. Dan pada hakikatnya, ujian itu
datang dari Allah untuk menguji keimanannya.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah: 155)
Karena ujian
itu datang dari-Nya, maka ia pun mengeluhkan masalah itu kepada-Nya dan memohon
agar dicarikan jalan keluarnya. Kemudian ia berusaha untuk tetap sabar dalam
menjalani ujian sembari terus berikhtiar mencari solusi.
“Dan mintalah pertolongan kepada Allah dengan Sabar dan Sholat dan
sesungguhnya Sholat itu amatlah berat kecuali kepada orang-orang yang khusyuk”
(QS Al Baqarah: 45)
Untuk itu
wahai pemuda muslim, jangan mudah mengeluh dan jenuh. Jadilah pemuda yang kuat
mental dan tangguh dengan keimananmu.
“(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS
– Ar Ra’d 28)
Wallahu
waliyut taufiiq
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Menulis Komentar/Saran/Masukan
Jazakallah Khair....