This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 29 Desember 2011

Orang Baik dan Orang Tidak Baik

Berkali-kali Al-Qur’an menunjuk orang ini sebagai sosok kontroversi dalam tutur kata dan perbuatannya  yang merugikan Islam dan kaum Muslimin. Hampir setiap ada fitnah yang menimpa kaum Muslimin di Madinah selalu ada peran Abdullah bin Ubay sebagai provokatornya, bahkan peristiwa haditsul ifki (berita palsu) yang menimpa Ummul Mukminin “Aisyah” R. A. Al Qur’an mengisyaratkan Abdullah bin Ubay sebagai pembesar yang mengendalikannya.

Hingga tahun ke 9 Hijriyah, sepulang Rasulullah   dari perang Tabuk, di akhir bulan Syawwal Abdullah bin Ubay menderita sakit. Mendengar Abdullah bin Ubay sakit, Rasulullah   menyempatkan diri untuk membesuknya. Rasulullah   tidak kehilangan sisi kemanusiaan yang bermartabat meskipun kepada orang yang sering Rasulullah ketahui dari Allah SWT sebagai pembuat masalah. Secara zahir Abdullah bin Ubay menunjukkan dirinya sebagai seorang Muslim, maka ia berhak mendapatkan hak keIslaman itu dengan dibesuk ketika sakit.

Pada bulan berikutnya, bulan Dzulqa’dah Abdullah bin Ubay wafat. Anak lelaki Abdullah bi Ubay, yang bernama Abdullah bin Abdullah bin Ubay datang menemui Rasulullah  , meminta salah satu kain Rasulullah   untuk dijadikan sebagai kafan bagi Abdullah bin Ubay, ayahnya. Dan Rasulullah   mengabulkan permintaan itu dan memberikan kainnya kepada Abdullah bin Abdullah bin Ubay untuk menjadi kafan bagi jenazah ayahnya.

Kemudian Abdullah bin Abdullah juga meminta agar Rasulullah   berkenan datang menshalatkannya. Maka Rasulullah   datang untuk menshalatkan jenazah itu. Ketika Rasulullah   berdiri hendak menshalatkannya, Umar bin Khaththab menarik baju Rasulullah   dari belakang dan berkata: “Wahai Rasulullah, Engkau akan menshalatkannya? Bukankah Allah melarangmu untuk menshalatkannya?

Rasulullah   menjawab: “Sesungguhnya Allah SWT memberikan kepadaku dua pilihan kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS at-Taubah:80) Dan saya akan menambahnya lebih dari tujuh puluh kali.

Umar berkata: “Sesungguhnya dia itu orang munafiq”. Setelah Rasulullah   menshalatkannya, barulah turun ayat: “Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik. (QS. At-Taubah:84)

Rasulullah   menshalatkannya ketika itu karena memperlakukannya secara zahir, yaitu pengakuan Abdullah bin Ubay bahwa ia seorang Muslim. Dan Islam mengajarkan ummatnya untuk memperlakukan manusia sesuai dengan kondisi zahirnya, urusan hati dan batinnya adalah kewenangan Allah SWT, atau Rasulullah   menshalatkannya untuk menghormati anaknya Abdullah bin Abdullah bin Ubay yang merupakan salah satu sahabat mulia. 

Bagi Abdullah bin Abdullah bin Ubay kematian ayahnya itu menjadi salah satu bukti bahwa berbakti kepada orang tua tetap dilakukan oleh seorang anak, meskipun ia tahu bahwa ayahnya bergelimang dosa dan berlumur maksiat. Selama orang tua itu tidak menyuruhnya berbuat maksiat atau melarangnya beramal shalih.

Orang baik akan senantiasa membuat kebaikan meskipun kepada orang  yang tidak baik. Sedangkan orang yang tidak baik akan terus membuat keburukan meskipun kepada orang yang membuat kebaikan.  Wallahu a’lam. (Nisa)

sumber: http://www.sabili.co.id/ibroh

Cara Menghadapi Penderitaan

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Di antara sempurnanya nikmat Allah pada para hamba-Nya yang beriman, Dia menurunkan pada mereka kesulitan dan derita. Disebabkan derita ini mereka pun mentauhidkan-Nya (hanya berharap kemudahan pada Allah, pen). Mereka pun banyak berdo’a kepada-Nya dengan berbuat ikhlas. Mereka pun tidak berharap kecuali kepada-Nya. Di kala sulit tersebut, hati mereka pun selalu bergantung pada-Nya, tidak beralih pada selain-Nya. Akhirnya mereka bertawakkal dan kembali pada-Nya dan merasakan manisnya iman. Mereka pun merasakan begitu nikmatnya iman dan merasa berharganya terlepas dari syirik (karena mereka tidak memohon pada selain Allah). Inilah sebesar-besarnya nikmat atas mereka. Nikmat ini terasa lebih luar biasa dibandingkan dengan nikmat hilangnya sakit, hilangnya rasa takut, hilangnya kekeringan yang menimpa, atau karena datangnya kemudahan atau hilangnya kesulitan dalam kehidupan. Karena nikmat badan dan nikmat dunia lainnya bisa didapati orang kafir dan bisa pula didapati oleh orang mukmin. (Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, 10/333)

Begitu sejuk mendengar kata indah dari Ibnu Taimiyah ini. Akibat derita, akibat musibah, akibat kesulitan, kita pun merasa dekat dengan Allah dan ingin kembali pada-Nya. Jadi tidak selamanya derita adalah derita. Derita itu bisa jadi nikmat sebagaimana yang beliau jelaskan. Derita bisa bertambah derita jika seseorang malah mengeluh dan jadikan makhluk sebagai tempat mengeluh derita. Hanya kepada Allah seharusnya kita berharap kemudahan dan lepas dari berbagai kesulitan.

Nikmat ketika kita kembali kepada Allah dan bertawakkal pada-Nya serta banyak memohon pada-Nya, ini terasa lebih nikmat dari hilangnya derita dunia yang ada. Karena kembali pada Allah dan tawakkal pada-Nya hanyalah nikmat yang dimiliki insan yang beriman dan tidak didapati para orang yang kafir. Sedangkan nikmat hilangnya sakit dan derita lainnya, itu bisa kita dapati pada orang kafir dan orang beriman.

Ingatlah baik-baik nasehat indah ini. Semoga kita bisa terus bersabar dan bersabar. Sabar itu tidak ada batasnya. Karena Allah Ta’ala janjikan,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga).” (QS. Az Zumar: 10).

Al Auza’i mengatakan bahwa ganjarannya tidak bisa ditakar dan ditimbang. Ibnu Juraij mengatakan bahwa pahala bagi orang yang bersabar tidak bisa dihitung sama sekali, akan tetapi ia akan diberi tambahan dari itu. Maksudnya, pahala mereka tak terhingga. Sedangkan As Sudi mengatakan bahwa balasan bagi orang yang bersabar adalah surga. (Yuli & Maryam)

Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Mu'aith (Puteri-puteri Teladan Dalam Islam)

        Kehidupannya (Ummu Kultsum) adalah contoh pengorbanan dan
jihad fi sabilillah (di jalan Allah). Dalam Thabaqaat Ibnu Sa'ad berkata :"Dia adalah wanita pertama yang hijrah ke Madinah setelah hijrah Nabi Shallahu 'alahi wa sallam dan para shahabatnya. Kami tidak mengetahui seorang wanita Muslim Quraisy yang keluar dari kedua orang tuanya dan hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Ummu Kultsum."



        Dia keluar dari Mekkah sendirian dan ditemani oleh seorang  laki-laki dari Khuza'ah hingga tiba di Madinah pada waktu gencatan senjata. Dia dikejar oleh kedua orang saudaranya. Kedua orang itu tiba pada hari kedua setelah kedatangannya. Keduanya berkata :"Hai Muhammad, kami menuntuk syarat, maka penuhilah syarat itu." Maka
Ummu Kultsum berkata :"Wahai, Rasulullah, aku seorang wanita. Wanita itu lemah. Aku khawatir mereka mengganggu dalam agamaku,sedangkan aku tidak sabar, sehingga Allah membatalkan janji pada wanita."

        Kemudian Allah SWT menurunkan ayat Imtihan (ujian) dan  memutuskan dengan keputusan yang mereka sama-sama menyepakatinya. Disebutkan :"Hai, orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah
kepadamu wanita yang beriman, maka hendaklah kami uji (keimanan)  mereka...."
dan seterusnya, dua ayat (QS. Al-Mumtahanah, 60:10-11) Kemudian Rasulullah Shallahu 'alahi wa sallam menguji dia dan wanita-wanita sesudahnya :
"Tidaklah kalian keluar, kecuali karena cinta Allah dan Rasul-Nya serta Islam, bukan karena cinta suami dan harta." Apabila mereka mengatakan hal itu, maka mereka tidak dikembalikan.

        Ibnu Sa'ad berkata : Karena tidak mempunyai suami di Mekkah, maka dia pun dinikahi oleh Zaid, Az-Zubair, Abdurrahman bin Auf, lalu Amru bin Ash, kemudian wafat sebagai isterinya.

        Sesungguhnya, ketika masih muda dan belum menikah, dia tidak pernah berpisah dari ayah-bundanya. Kemudian iman memasuki hatinya, maka dia keluar dari Mekkah sendirian dan hijrah kepada Allah dan Rasul-
Nya Shallahu 'alahi wa sallam. Kedua saudaranya mengejar untuk mengajak dia kembali.

        Pada waktu itu Rasulullah Shallahu 'alahi wa sallam telah berdamai dengan Quraisy pada persetujuan Hudaibiah dengan syarat beliau setuju mengembalikan orang-orang Muslim yang datang kepada mereka. Ketika para wanita datang
kepadanya, Allah tidak setuju Nabi Shallahu 'alahi wa sallam mengembalikan kepada kaum Musyrikin, maka turunlah ayat-ayat yang menyuruh menguji mereka :(Maka ujilah keimanan mereka) dengan bersumpah :Apakah mereka wanita Muslim yang sebenarnya atau tidak ?

        "Adalah Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Mu'aith termasuk orang- orang yang keluar kepada Rasulullah Shallahu 'alahi wa sallam dan waktu itu dia masih muda belia. Kemudian keluarganya datang meminta kepada Rasulullah Shallahu 'alahi wa sallam agar mengembalikan kepada mereka, sehingga Allah SWT menurunkan ayat-ayat tentang wanita-wanita beriman." (HR Bukhari dari Al-Miswar bin Makhramah)

        Dalam Siyar A'laamin Nubala', Imam Adz-Dzahabi berkata :Ummu Kultsum bin Uqbah bin Abi Mu'aith masuk Islam dan berbai'at. Dia tidak sempat hijrah hingga tahun 7 Hijriah, dan keluarnya di jaman perdamaian Hudaibiah. Kedua saudaranya adalah :"Al-Walid dan Ammaroh.

        Ummu Kultsum lulus dalam ujian dan berhasil menyelamatkan agamanya dari kaumnya. Diriwayatkan :Ujian itu dilakukan dengan cara mengucapkan  sumpah :"Aku tidak keluar,kecuali karena mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan aku tidak keluar untuk mencari dunia maupun membenci suami." Ada yang mengatakan :"Kami bersaksi dengan perkataan yang baik. Aku telah bersaksi di hadapan beberapa saksi : Sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah Shallahu 'alahi wa sallam."

        Ummu Kultsum mempunyai kedudukan mulia di antara kaum Muslimin. Hal itu menjadi jelas dari riwayat sebagaimana dalam Al-Ishaabah dan diriwayat- kan oleh Ibnu Mandah, bahwa Umar bin Khaththab r.a. bertanya kepada Ummu Kultsum binti Uqbah, isteri Abdurrahman bin Auf :"Apakah Rasulullah Shallahu 'alahi wa sallam berkata kepadamu :"Nikahilah pemimpin kaum Muslimin, Abdurrahman bin Auf ?" Ummu Kultsum menjawab:"Ya."

        Haditsnya terdapat dalam Shahihain dan ketiga kitab Sunan, dia  berkata :"Aku tidak mendengar Nabi Shallahu 'alahi wa sallam mengizinkan suatu dusta dalam perkataan yang diucapkan orang-orang, kecuali dalam tiga perkara....
alhadits." Nasai meriwayatkan sebuah haditsnya yang lain dalam Al-Kubra, mengenai keutamaan :"Qul huwallaahu ahad."

        Ummu Kultsum meriwayatkan dari Nabi Shallahu 'alahi wa sallam 10 hadits, di antaranya sebuah hadits diriwayatkan dalah shahihain, yang disepakati Bukhari dan Muslim. Ummu Kultsum binti Uqbah telah beriman sendirian, tanpa seorang
laki-laki pun di rumahnya. Dia tinggalkan tempat pingitan dan keamanan serta ketenangannya di bawah kegelapan seorang diri. Kedua kakinya berjalan melalui gunung-gunung dan padang pasir di antara Mekkah dan Madinah, menuju tempat perlindungan agama dan negeri hijrahnya. Dia berhijrah kepada Rasul Allah Shallahu 'alahi wa sallam kemudian disusul oleh ibunya yang mengikuti jejak dan berhijrah seperti dia. Dia tinggalkan para pemuda dalam keluarganya dan orang-orang tua mereka yang tetap terombang-ambing dalam kesesatannya. [Al-Ishaabah,
juz 8, halaman 275].

        Kata-kata Ummu Kultsum kepada Rasulullah Shallahu 'alahi wa sallam akan tetap menjadi cahaya yang menerangi jalan bagi setiap wanita muda yang beriman kepada Tuhannya :"Wahai, Rasulullah, apakah Anda akan kembalikan aku kepada
orang-orang kafir yang menggangguku, supaya aku tinggalkan agamaku, sedang- kan aku tidak bisa bersabar ? Dan bukankah telah Anda ketahui keadaan wanita yang lemah ? Sesungguhnya ada perjanjian yang menyebutkan syarat untuk menolak setiap orang yang masuk Islam dari Mekkah dan berhijrah ke Medinah, baik laki-laki maupun perempuan."

        Maka turunlah ayat Al-Qur'an :"Apabila datang kepadamu wanita- wanita beriman yang berhijrah, maka ujilah (keimanan) mereka." Maka Nabi Shallahu 'alahi wa sallam bersabda :"Demi Allah, tidaklah kalian keluar, kecuali karena mencintai
Allah SWT dan Rasul-Nya Shallahu 'alahi wa sallam serta Islam. Kalian tidak keluar karena suami maupun harta. Apabila mereka ucapkan itu, maka mereka tidak kembali kepada orang-orang kafir."(Aini)

Dari: "Tokoh-tokoh Wanita di Sekitar Rasulullah Shallahu 'alahi wa sallam" karangan Muhammad Ibrahim Saliim. Diketik oleh: Hanies Ambarsari.

Membunuh Rasa Malas untuk sekarang, besok, dan seterusnya


Rasa malas sejatinya merupakan sejenis penyakit mental. Siapa pun yang dihinggapi rasa malas akan kacau kinerjanya dan ini jelas-jelas sangat merugikan. Sukses dalam karir, bisnis, dan kehidupan umumnya tidak pernah datang pada orang yang malas. Rasa malas juga menggambarkan hilangnya motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan atau apa yang sesungguhnya dia inginkan.

Menurut (Edy Zaqeus: 2008) Rasa malas diartikan sebagai keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya atau sebaiknya dia lakukan. Masuk dalam keluarga besar rasa malas adalah menolak tugas, tidak disiplin, tidak tekun, rasa sungkan, suka menunda sesuatu, mengalihkan diri dari kewajiban, dll. Pendapat lain menyebutkan bahwa malas juga merupakan salah satu bentuk perilaku negatif yang merugikan. Pasalnya pengaruh malas ini cukup besar terhadap produktivitas. Karena malas, seseorang seringkali tidak produktif bahkan mengalami stag. Badan terasa lesu, semangat dan gairah menurun, ide pun tak mengalir. Akibatnya tidak ada kekuatan apapun yang membuat Anda bisa bekerja. Kalau dibiarkan saja, penyakit malas ini akan semakin ‘kronis’.

Pada era globalisasi, perilaku malas sangat merugikan. Sebab, pada era ini berlaku nilai siapa yang mampu dan produktif, dialah yang akan berhasil. Tapi tentu saja, perilaku ini bukanlah kartu mati yang tidak bisa diubah. Menurut pakar psikologi, seseorang berperilaku malas terhadap pekerjaan atau suatu kegiatan disebabkan karena dia tidak memiliki motivasi yang kuat setiap kali mengerjakan sesuatu. Seorang yang malas bekerja, motivasinya terhadap pekerjaan tersebut sangat rendah. Sikapnya terhadap pekerjaan itu cenderung negatif akibat persepsi yang diberikannya terhadap pekerjaan itu kurang baik. Ini lantaran sistem nilai yang ada dalam dirinya membuat dia berperilaku malas untuk melakukan pekerjaan itu. Sementara terhadap pekerjaan lainnya mungkin tidak begitu.

Jadi, perilaku malas merupakan hasil suatu bentukan.

Artinya, perilaku itu bisa dibentuk kembali menjadi baik atau tidak malas. Pembentukan kembali perilaku seseorang tadi sebetulnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, bisa orang tua, teman, atau orang lain di sekitarnya. So, dalam mengubah perilaku seseorang, yang paling mendasar adalah mengubah persepsinya. Untuk itu, perlu mempelajari dan mengambil sistem nilai yang bisa mengubah persepsinya atau memberikan sistem nilai lain yang baru baginya.

Menurut Dollard & Miller, psikolog asal AS, perilaku manusia terbentuk karena faktor ‘kebiasaan’. Jika seseorang terbiasa bersikap rajin dan bersemangat maka ia akan selalu rajin dan bersemangat, begitu juga sebaliknya. Sehingga jika Anda tergolong pemalas, jalan untuk merubahnya adalah dengan membiasakan diri untuk melawan sikap malas. Dollard & Miller menambahkan, ‘teori belajar’ juga cocok untuk merubah sikap malas. Belajar disini dijabarkan ‘memberikan stimulus (rangsangan) agar terbentuk respons sehingga menimbulkan drive atau dorongan untuk berperilaku. Dan kalau berhasil, Anda akan mendapatkan reward atau imbalan.
Rasa malas jelas merugikan. Obat mujarabnya adalah menumbuhkan kebiasaan disiplin diri dan menjaga kebiasaan positif tersebut. Sekalipun seseorang memiliki cita-cita atau impian yang besar, jika kemalasannya mudah muncul, maka cita-cita atau impian besar itu akan tetap tinggal di alam impian. Jadi, kalau Anda ingin sukses, jangan mempermudah munculnya rasa malas. (EL-Niha)

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More