Kamis, 29 Desember 2011

Orang Baik dan Orang Tidak Baik

Berkali-kali Al-Qur’an menunjuk orang ini sebagai sosok kontroversi dalam tutur kata dan perbuatannya  yang merugikan Islam dan kaum Muslimin. Hampir setiap ada fitnah yang menimpa kaum Muslimin di Madinah selalu ada peran Abdullah bin Ubay sebagai provokatornya, bahkan peristiwa haditsul ifki (berita palsu) yang menimpa Ummul Mukminin “Aisyah” R. A. Al Qur’an mengisyaratkan Abdullah bin Ubay sebagai pembesar yang mengendalikannya.

Hingga tahun ke 9 Hijriyah, sepulang Rasulullah   dari perang Tabuk, di akhir bulan Syawwal Abdullah bin Ubay menderita sakit. Mendengar Abdullah bin Ubay sakit, Rasulullah   menyempatkan diri untuk membesuknya. Rasulullah   tidak kehilangan sisi kemanusiaan yang bermartabat meskipun kepada orang yang sering Rasulullah ketahui dari Allah SWT sebagai pembuat masalah. Secara zahir Abdullah bin Ubay menunjukkan dirinya sebagai seorang Muslim, maka ia berhak mendapatkan hak keIslaman itu dengan dibesuk ketika sakit.

Pada bulan berikutnya, bulan Dzulqa’dah Abdullah bin Ubay wafat. Anak lelaki Abdullah bi Ubay, yang bernama Abdullah bin Abdullah bin Ubay datang menemui Rasulullah  , meminta salah satu kain Rasulullah   untuk dijadikan sebagai kafan bagi Abdullah bin Ubay, ayahnya. Dan Rasulullah   mengabulkan permintaan itu dan memberikan kainnya kepada Abdullah bin Abdullah bin Ubay untuk menjadi kafan bagi jenazah ayahnya.

Kemudian Abdullah bin Abdullah juga meminta agar Rasulullah   berkenan datang menshalatkannya. Maka Rasulullah   datang untuk menshalatkan jenazah itu. Ketika Rasulullah   berdiri hendak menshalatkannya, Umar bin Khaththab menarik baju Rasulullah   dari belakang dan berkata: “Wahai Rasulullah, Engkau akan menshalatkannya? Bukankah Allah melarangmu untuk menshalatkannya?

Rasulullah   menjawab: “Sesungguhnya Allah SWT memberikan kepadaku dua pilihan kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS at-Taubah:80) Dan saya akan menambahnya lebih dari tujuh puluh kali.

Umar berkata: “Sesungguhnya dia itu orang munafiq”. Setelah Rasulullah   menshalatkannya, barulah turun ayat: “Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik. (QS. At-Taubah:84)

Rasulullah   menshalatkannya ketika itu karena memperlakukannya secara zahir, yaitu pengakuan Abdullah bin Ubay bahwa ia seorang Muslim. Dan Islam mengajarkan ummatnya untuk memperlakukan manusia sesuai dengan kondisi zahirnya, urusan hati dan batinnya adalah kewenangan Allah SWT, atau Rasulullah   menshalatkannya untuk menghormati anaknya Abdullah bin Abdullah bin Ubay yang merupakan salah satu sahabat mulia. 

Bagi Abdullah bin Abdullah bin Ubay kematian ayahnya itu menjadi salah satu bukti bahwa berbakti kepada orang tua tetap dilakukan oleh seorang anak, meskipun ia tahu bahwa ayahnya bergelimang dosa dan berlumur maksiat. Selama orang tua itu tidak menyuruhnya berbuat maksiat atau melarangnya beramal shalih.

Orang baik akan senantiasa membuat kebaikan meskipun kepada orang  yang tidak baik. Sedangkan orang yang tidak baik akan terus membuat keburukan meskipun kepada orang yang membuat kebaikan.  Wallahu a’lam. (Nisa)

sumber: http://www.sabili.co.id/ibroh

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Menulis Komentar/Saran/Masukan

Jazakallah Khair....

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More